Pernikahan Di Bulan Syawal

Penulis 2024-04-25 13:33:48 - 2024-04-25

donasirumahtahfizh - Pekanbaru Dalam ajaran Islam, menikah salah satu ibadah yang dianjurkan. Karena dengan menikah seseorang akan membina rumah tangga dan membentuk keluarga sakinah, mawaddah, dan wa rahman. Menjalin silaturahmi dengan keluarga dan memiliki keturunan. Selain itu juga menghindari zina.

Bulan Syawal adalah bulan yang penuh berkah dalam agama Islam, terutama setelah selesai menjalani ibadah puasa selama bulan Ramadan. Banyak orang percaya bahwa menikah di bulan yang penuh berkah ini dapat membawa keberkahan bagi pernikahan mereka. Mulanya, pada zaman Jahiliyah, orang-orang memiliki kepercayaan bahwa menikah di bulan Syawal itu membawa keburukan. Oleh sebab itu, muncullah pantangan untuk menikah pada bulan itu di kalangan orang-orang Jahiliyah.

Namun Nabi Muhammad saw menampik keyakinan tersebut, dengan menikahi Sayyidah ‘Aisyah pada bulan Syawal.

Artinya: Sayyidah ‘Aisyah ra berkata: Rasulullah saw menikahiku pada bulan Syawal dan mengadakan malam pertama pada bulan Syawal. Istri Rasulullah mana yang lebih bentuntung ketimbang diriku di sisi beliau? (HR Muslim).

Demikian bagi muslim yang ingin menikah maka bulan terbaik untuk melangsungkannya adalah bulan Syawal. Laki-laki yang ingin menikahi seorang wanita maka hendaklah memilih bulan Syawal, sebab itu merupakan bulan berkah untuk melangsungkan akad pernikahan.

Namun, perlu digaris bawahi, di dalam syariat Islam, pernikahan boleh dilangsungkan kapan saja. Jadi, menikah di bulan Syawal hanyalah sekadar anjuran dan bukanlah termasuk syarat sah nikah.

1. Beragama Islam

Syarat pertama yang harus dipenuhi dalam pernikahan menurut Islam adalah calon suami maupun calon istri adalah beragama Islam disertai dengan nama dan orangnya. Tidaklah sah jika seorang muslim menikahi seorang non-muslim dengan tata cara Islam (ijab kabul). 

2. Bukan mahram

Syarat kedua yang harus dipenuhi dalam pernikahan Islam adalah kedua mempelai bukanlah mahram. Hal ini menandakan tidak terdapat unsur penghalang perkawinan. Oleh karena itu, sebelum menikah perlu menelusuri nasab pasangan yang akan dinikahi. 

Misalnya, jika di masa kecil keduanya dibesarkan dan disusui oleh satu orang yang sama, maka keduanya dilarang untuk menikah. Karena keduanya terikat secara mahram yakni satu sepersusuan. Saudara satu persusuan haram untuk dinikahi. 

3. Adanya wali bagi calon pengantin perempuan

Sebuah pernikahan secara Islam dikatakan sah apabila terdapat atau dihadiri oleh wali nikah bagi calon pengantin perempuan. 

Syarat ini seperti yang dikatakan Nabi dalam hadisnya sebagai berikut:

“Dari Abu Hurairah ia berkata, bersabda Rasulullah : ‘Perempuan tidak boleh menikahkan (menjadi wali)terhadap perempuan dan tidak boleh menikahkan dirinya.” (HR. ad-Daruqutni dan Ibnu Majah).

Jika mempelai perempuan masih memiliki ayah kandung, maka dialah pihak paling utama untuk menjadi wali nikah. Namun, jika ayah perempuan sudah meninggal atau memiliki uzur tertentu bisa diwakilkan. 

Wali nikah biasanya bisa diwakilkan oleh saudara kandung laki-laki (kakak atau adik mempelai) yang ada di keluarga, atau juga laki-laki tertua yang ada di keluarga yang masih ada misalnya kakek, paman dan seterusnya berdasarkan nasab.  

Jika wali nikah dari nasab keluarga tidak ada, bisa dicarikan alternatifnya yakni wali hakim dengan syarat dan ketentuannya. 

4. Dihadiri 2 orang saksi

Selain dihadiri oleh wali nikah untuk calon mempelai perempuan, nikah juga harus dihadiri oleh 2 orang saksi. Kedua orang saksi ini satu berasal dari pihak calon mempelai laki-laki, satu dari calon mempelai perempuan. Seorang saksi pernikahan disyaratkan harus beragama Islam, baligh, dan mengerti maksud akad.  

5. Kedua mempelai sedang tidak berihram atau haji

Para jumhur ulama melarang nikah saat haji atau umrah (saat ihram). Syarat ini pernah ditegaskan oleh seorang ulama dari mazhab Syafi’i yang menulis dalam kitab “Fathul Qarib al-Mujib” yang menyebut salah satu larangan dalam haji adalah melakukan akad nikah maupun menjadi wali dalam pernikahan:

“Kedelapan (dari sepuluh perkara yang dilarang dilakukan ketika ihram) yaitu akad nikah. Akad nikah diharamkan bagi orang yang sedang ihram, bagi dirinya maupun bagi orang lain (menjadi wali)”

6. Tidak ada paksaan

Terakhir, syarat nikah yang tidak kalah penting adalah tidak adanya paksaan dari salah satu pihak kepada pihak lain. Kedua belah pihak saling ridha, saling menyukai dan mencintai dan sepakat untuk menikah. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah ﷺ dari Abu Hurairah ra sebagai berikut:

“Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak musyawarah atau dimintai pendapat, dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya.” (HR Al Bukhari: 5136, Muslim: 3458).

Demikian syarat dan rukun pernikahan dalam Islam. Pernikahan dalam Islam merupakan salah satu bentuk ibadah kita kepada Allah dan juga bentuk ketakwaan kepada-Nya. 

Pernikahan adalah salah satu langkah kebaikan untuk menjadikan salah satu orang tersayang sebagai sesuatu yang halal untuk dimiliki. Maka dari itu, kebaikan perlu dilakukan dengan cara dan tempat yang terbaik pula.