donasirumahtahfizh - Pekanbaru Dalam ajaran
Islam, menikah salah
satu ibadah yang dianjurkan. Karena dengan menikah seseorang akan membina rumah tangga
dan membentuk keluarga sakinah, mawaddah, dan wa rahman. Menjalin silaturahmi
dengan keluarga dan memiliki keturunan. Selain itu juga menghindari zina.
Bulan Syawal
adalah bulan yang penuh berkah dalam agama Islam, terutama setelah selesai
menjalani ibadah puasa selama bulan Ramadan. Banyak orang percaya bahwa menikah
di bulan yang penuh berkah ini dapat membawa keberkahan bagi pernikahan mereka.
Mulanya, pada zaman Jahiliyah, orang-orang memiliki kepercayaan bahwa menikah
di bulan Syawal itu membawa keburukan. Oleh sebab itu, muncullah pantangan
untuk menikah pada bulan itu di kalangan orang-orang Jahiliyah.
Namun Nabi Muhammad saw menampik
keyakinan tersebut, dengan menikahi
Sayyidah ‘Aisyah pada bulan Syawal.
Artinya: Sayyidah ‘Aisyah ra berkata: Rasulullah saw menikahiku pada bulan Syawal dan mengadakan malam pertama
pada bulan Syawal. Istri Rasulullah
mana yang lebih bentuntung ketimbang diriku di sisi beliau? (HR Muslim).
Demikian bagi
muslim yang ingin menikah maka bulan terbaik untuk melangsungkannya adalah
bulan Syawal. Laki-laki yang ingin menikahi seorang wanita maka hendaklah
memilih bulan Syawal, sebab itu merupakan bulan berkah untuk melangsungkan akad
pernikahan.
Namun, perlu
digaris bawahi, di dalam syariat Islam, pernikahan boleh dilangsungkan kapan
saja. Jadi, menikah di bulan Syawal hanyalah sekadar anjuran dan bukanlah
termasuk syarat sah nikah.
1.
Beragama Islam
Syarat pertama yang harus dipenuhi dalam pernikahan menurut Islam adalah
calon suami maupun calon istri adalah beragama Islam disertai dengan nama dan
orangnya. Tidaklah sah jika seorang muslim menikahi seorang non-muslim dengan
tata cara Islam (ijab kabul).
2.
Bukan mahram
Syarat kedua yang harus dipenuhi dalam pernikahan Islam adalah kedua
mempelai bukanlah mahram. Hal ini menandakan tidak terdapat unsur penghalang
perkawinan. Oleh karena itu, sebelum menikah perlu menelusuri nasab pasangan
yang akan dinikahi.
Misalnya, jika di masa kecil keduanya dibesarkan dan disusui oleh satu
orang yang sama, maka keduanya dilarang untuk menikah. Karena keduanya terikat
secara mahram yakni satu sepersusuan. Saudara satu persusuan haram untuk
dinikahi.
3.
Adanya wali bagi calon pengantin perempuan
Sebuah pernikahan secara Islam dikatakan sah apabila terdapat atau
dihadiri oleh wali nikah bagi calon pengantin perempuan.
Syarat ini seperti yang dikatakan Nabi dalam hadisnya sebagai berikut:
“Dari Abu Hurairah ia berkata, bersabda Rasulullah : ‘Perempuan tidak
boleh menikahkan (menjadi wali)terhadap perempuan dan tidak boleh menikahkan
dirinya.” (HR.
ad-Daruqutni dan Ibnu Majah).
Jika mempelai perempuan masih memiliki ayah kandung, maka dialah pihak
paling utama untuk menjadi wali nikah. Namun, jika ayah perempuan sudah
meninggal atau memiliki uzur tertentu bisa diwakilkan.
Wali nikah biasanya bisa diwakilkan oleh saudara kandung laki-laki (kakak
atau adik mempelai) yang ada di keluarga, atau juga laki-laki tertua yang ada
di keluarga yang masih ada misalnya kakek, paman dan seterusnya berdasarkan
nasab.
Jika wali nikah dari nasab keluarga tidak ada, bisa dicarikan
alternatifnya yakni wali hakim dengan syarat dan ketentuannya.
4.
Dihadiri 2 orang saksi
Selain dihadiri oleh wali nikah untuk calon mempelai perempuan, nikah
juga harus dihadiri oleh 2 orang saksi. Kedua orang saksi ini satu berasal dari
pihak calon mempelai laki-laki, satu dari calon mempelai perempuan. Seorang
saksi pernikahan disyaratkan harus beragama Islam, baligh, dan
mengerti maksud akad.
5.
Kedua mempelai sedang tidak berihram atau haji
Para jumhur ulama melarang nikah saat haji atau umrah (saat ihram).
Syarat ini pernah ditegaskan oleh seorang ulama dari mazhab Syafi’i yang
menulis dalam kitab “Fathul Qarib al-Mujib” yang menyebut salah satu larangan
dalam haji adalah melakukan akad nikah maupun menjadi wali dalam pernikahan:
“Kedelapan (dari sepuluh perkara yang dilarang dilakukan ketika ihram)
yaitu akad nikah. Akad nikah diharamkan bagi orang yang sedang ihram, bagi
dirinya maupun bagi orang lain (menjadi wali)”
6.
Tidak ada paksaan
Terakhir, syarat nikah yang tidak kalah penting adalah tidak adanya
paksaan dari salah satu pihak kepada pihak lain. Kedua belah pihak saling
ridha, saling menyukai dan mencintai dan sepakat untuk menikah. Hal ini sesuai
dengan hadis Rasulullah ﷺ dari Abu Hurairah ra sebagai berikut:
“Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak musyawarah atau
dimintai pendapat, dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan sampai dimintai
izinnya.” (HR Al
Bukhari: 5136, Muslim: 3458).
Demikian syarat dan rukun pernikahan dalam Islam. Pernikahan dalam Islam
merupakan salah satu bentuk ibadah kita kepada Allah dan juga bentuk ketakwaan
kepada-Nya.