#SahabatPemburuKebaikan , apa yang akan kamu lakukan jika seandainya kamu mendapat ‘rezeki nomplok’ atau mungkin kamu kebagian harta warisan dalam jumlah besar berupa tanah; perhiasan; kendaraan; rumah; ruko atau unit bisnis, yang kesemuanya sangat indah bagi pandanganmu; sangat menentramkan jiwamu; sangat mencukupi kebutuhanmu bahkan ia jadi aset penghasilanmu? Barangkali yang terlintas di benakmu adalah memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi; menginvestasikannya; atau bahkan menjualnya lagi. Tapi itu semua tidak dilakukan oleh salah seorang sahabat mulia Rasul yakni ‘Umar bin Khattab. Tercatat dalam sejarah, ia mewakafkan tanahnya di Khaibar. Setelah pembebasan Khaibar pada tahun ke-7 Hijriyah, ‘Umar mendapatkan sebidang tanah sebagai harta rampasan perang. Tanah yang ditumbuhi pohon kurma tersebut sangat disukai oleh ‘Umar bin Khattab karena subur dan banyak hasilnya. Khaibar ini merupakan nama sebuah kawasan yang berlokasi sekitar 165 km sebelah utara Madinah. Khaibar sangat istimewa karena memiliki tanah yang subur dan air yang berlimpah. Dengan kesuburan tanahnya ini, Khaibar menjadi salah satu kawasan penghasil kurma, biji-bijian, dan buah-buahan. Oleh karena itu, Khaibar juga sering disebut sebagai negeri Hijaz yang subur atau negeri Hijaz yang kuat. Sepanjang hidupnya, tidak ada harta yang begitu besarnya yang ia dapatkan selain tanah di Khaibar ini. ‘Umar dengan segenap kezuhudan, kewara’an dan kedermawanannya sangat memprioritaskan amal ‘ibadah dari setiap harta yang ia miliki. Ia berpacu kebaikan dengan Abu Bakr Ash-Shiddiq dalam urusan sedekah. Barangkali, saat kamu ketiban rezeki miliaran rupiah, kamu buru-buru untuk menyewa seorang analis keuangan pribadi untuk mengatur manajemen keuanganmu. Investasi untuk menunjang kebutuhan finansialmu di masa depan akan kamu wujudkan segera dengan pertimbangan analisis dari manajer keuanganmu. Berbeda dengan sosok ‘Umar bin Khattab. Bukannya sibuk membuat kalkulasi bisnis atau berkonsultasi dengan seorang analis keuangan. Ia justru mendatangi RasuluLlah saw. sebagai ‘konsultan akhiratnya’. Sesaat setelah mendapatkan pembagian harta rampasan perang berupa tanah di Khaibar, ia segera berkonsultasi dengan Rasul. Kisah ini familiar diabadikan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Umar, ia berkata: “Umar mendapatkan bagian tanah perkebunan di Khaibar, lalu dia datang kepada Nabi Saw dan meminta saran mengenai bagian tersebut. Dia berkata; Wahai RasuluLlah, aku mendapat bagian tanah perkebunan di Khaibar, dan aku belum pernah mendapatkan harta yang sangat berharga seperti kebun itu, maka apa yang engkau sarankan bagiku mengenai kebun tersebut? RasuluLlah saw. kemudian menjawab; Jika kamu mau, tahanlah (pokoknya) tanah itu, dan sedekahkanlah hasilnya. Ibnu ‘Umar berkata; Kemudian ‘Umar menyedekahkan tanah tersebut, tidak dijual; tidak diwariskan; dan tidak pula dihibahkan. Ibnu ‘Umar melanjutkan; ‘Umar menyedekahkan hasilnya kepada orang-orang fakir, karib kerabat, pemerdekaan budak, dana perjuangan di jalan Allah, untuk pejuang-pejuang/ibnu sabil dan untuk menjamu tamu. Dan dia juga membolehkan bagi yang mengelola (nazhir wakaf) makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta.” (HR.Bukhari & Muslim) Sahabat, begitulah sosok seorang ‘Umar bin Khattab. Mendapatkan harta berlimpah tak menjadikannya sibuk untuk memperkaya diri. Aset berharga yang pernah ia dapat justru ia tukar dengan investasi akhirat berupa wakaf. Tak sedikitpun harta yang ia peroleh ditumpuk dan tak mendatangkan manfaat pahala dikemudian hari. Baginya, investasi akhirat jauh lebih menggembirakan dibanding hanya sekedar investasi bisnis biasa. Ia faham betul konsep sedekah jariyah berupa wakaf akan mengalirkan pahala tiada henti bahkan setelah Ia mati. Praktik yang dilakukan oleh ‘Umar bin Khattab merupakan salah satu bukti bagaimana para sahabat sudah mempraktekkan wakaf produktif. Wakaf yang memberdayakan masyarakat, dengan pokoknya tetap terpelihara dan terkelola, sedangkan hasilnya diberikan untuk kepentingan umat. ‘Umar pun memberikan contoh kepada kita semua bahwa sebaiknya harta yang diwakafkan adalah harta terbaik dan yang paling dicintai. Tak sampai disitu, ketika ia menjadi Khalifah, ‘Umar kemudian mencatat wakafnya dalam akte wakaf yang disaksikan oleh para saksi dan kemudian mengumumkannya. Sahabat, meneladani sosok ‘Umar bin Khattab, saat ini Sekolah Tahfizh Plus-Khoiru Ummah Rimbo Panjang sedang dalam proses pembangunan. Bagi kamu yang memiliki kelebihan harta bisa membantu proses pembangunan masjid, asrama, dan ruang-ruang kelas pesantren bagi santri penghafal Al-Qur’an. Salurkan amal wakaf abadimu melalui rekening Yayasan Generasi Umat Terbaik : Bank Syariah Indonesia 7954801940 Info Seputar Wakaf : 0811-757-6780